Menguak Mitos Tutup Mata Lewati Pohon Beringin di Jogja

oleh -633 views
oleh
Menguak mitos Laku Masangin di Yogya (Vattaya Zahra/detikcom)
DIY-YOGYAKARTA, SriwijayaAktual.com – Kalau pernah ke Yogya, pasti kamu tahu mitos melewati pohon beringin
kembar sambil menutup mata. Konon, siapa yang jalannya lurus maka
permohonan terkabul.

Hal itu dikenal dengan nama Laku Masangin.
Masangin adalah kegiatan berjalan di antara dua pohon beringin yang
berada di tengah Alun-alun Selatan (dikenal juga dengan sebutan Alkid)
dengan mata tertutup. Bagi mereka yang berhasil, diyakini keinginannya
akan terkabul.

Laku Masangin begitu digemari wisatawan lokal. Hanya sekadar iseng dan
coba-coba, tapi ada juga cerita-cerita mistis yang beredar.

Lantas, pihak Keraton Yogya pun angkat bicara.

Penghageng
Tepas Dwarapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Jatiningrat,
memberikan penjelasan mengenai Laku Masangin itu. Menurutnya, masangin
adalah sebuah permainan yang baru muncul dan tidak memiliki makna
filosofi.

“Itu kan (masangin) permainan baru saja sekarang, baru
ada. Ya memang kalau dipet (ditutupi) gitu matanya, ya pasti saja nggak
bisa lurus jalannya (di antara pohon beringin di tengah Alun-alun
Selatan), dan itu sudah lumrah kaya begitu,” katanya, Jumat (29/11/)
kemarin.

“Kedua, hal semacam itu tidak pernah ada. Itu kan
permainan zaman sekarang saja. Apalagi kaitannya dengan menjual jasa dan
persewaan kain untuk menutup mata itu, ya to. Itu kan ada (kain penutup
mata) yang dijual, ada yang disewakan,” lanjutnya.

Jatiningrat memastikan tidak ada makna sejarah dan filosofi dari Laku
Masangin di Alun-alun Selatan. Ia juga memastikan mistik yang
menyebutkan bahwa siapa saja yang berhasil berjalan di antara dua pohon
beringin di Alun-alun Selatan, keinginannya akan terkabulkan juga tidak
benar.

“Ya itu (mistik keinginan seorang akan terkabulkan)
akal-akalannya orang-orang yang jualan itu (kain penutup mata), kan
tipu-tipu. Itu nggak ada (filosofinya) yang kaya begitu itu. Memang
Alun-alun Selatan itu adalah simbol ketenangan jiwa,” terangnya.

Terlepas
dari Laku Masangin, jelas Jatiningrat, sebenarnya banyak simbol di
Alun-alun Selatan yang mempunyai makna filosofis. Simbol itu seperti
keberadaan pohon mangga kuweni dan pakel (bacang). Kuweni di sini
berarti keberanian dan pakel menandakan akil balig. Kini keberadaan
pohon mangga kuweni dan pakel bisa dijumpai di sekeliling Alun-alun
Selatan.

“Jadi yang sudah berani dan akil balig antara dua remaja
itu akan bisa, sesudah melalui perkawinan maka hubungan mereka
(diperbolehkan),” ungkap Jatiningrat.

Selain pohon mangga kuweni dan pakel, simbol lainnya ialah keberadaan
dua pohon beringin di tengah-tengah Alun-alun Selatan. Menurut
Jatiningrat, kedua pohon beringin itu menyimbolkan sapit urang (capit
udang), yang menunjukkan bagian paling rahasia wanita.

“Dua
beringin itu namanya sapit urang. Urang itu kan punya sapit, sapit
urang. Kedua beringin itu menunjukkan itu sebetulnya bagian yang paling
rahasia dari seorang, seseorang perempuan. Bagian yang paling rahasia,
menunjukkan itu sapit urang,” paparnya.

Pohon beringin kembar di Alun-alun selatan (Irwan B/d’traveler)
Selanjutnya ada bekas kandang gajah di sebelah barat Alun-alun Selatan.
Keberadaan gajah itu, tutur Jatiningrat, juga memiliki makna simbolik,
yakni ketenangan. Hal tersebut tergambar dari aktivitas gajah yang
gerakannya pelan dan pembawaannya yang tenang.

“Jadi di sana itu
kan simbol semua. Simbol-simbol yang hubungannya dengan kelahiran
manusia di dunia, gitu lo. Ada hewan yang dipelihara di situ, yaitu
gajah. Gajah itu menunjukkan ketenangan dan kesepian, sepi, tenang,”
sebutnya.

Jatiningrat menegaskan tidak ada kaitannya dengan makna
simbolik dari pohon mangga kuweni, pohon mangga pakel, dua pohon
beringin di tengah-tengah Alun-alun Selatan dan bekas kandang gajah di
sebelah barat Alun-alun Selatan dengan Laku Masangin yang berkembang
sekarang.  [aff/detik]

No More Posts Available.

No more pages to load.