Penulis : Prof. Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M. Si*)
Melaksanakan ibadah haji dengan menggunakan visa non-haji bertentangan dengan substansi ajaran Islam karena praktik ini dinilai membahayakan diri sendiri dan jemaah haji lainnya. Sedangkan salah satu inti dari ajaran Islam adalah memberi rasa aman dan nyaman terhadap orang lain.
Dalam rangka menjaga keselamatan jemaah haji, pada tanggal 28 Mei 2024 Pengurus Besar Harian Syuriah NU mengeluarkan keputusan bahwa haji dengan visa non-haji adalah sah tetapi cacat dan berdosa karena membawa implikasi terhadap pelaksanaan ibadah haji. Keputusan ini menegaskan pentingnya ketaatan terhadap peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi dan mendorong praktik haji yang lebih tertib dan aman.
Dari perspektif hukum Islam, ketaatan kepada ulil amri (pemerintah yang berwenang) merupakan prinsip fundamental dalam Islam. Ketaatan ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga memastikan bahwa setiap jamaah dapat melaksanakan ibadah haji dengan cara yang paling sesuai dan aman. Dengan menegaskan bahwa penggunaan visa non-haji melanggar peraturan, keputusan ini mendorong jamaah untuk lebih menghormati dan mematuhi aturan yang berlaku.
Dalam konteks fiqih, keputusan ini menimbulkan perdebatan yang menarik. Secara syar’i, haji yang dilakukan dengan visa non-haji tetap dianggap sah karena memenuhi rukun dan wajib haji. Namun, tindakan ini dinilai cacat dan berdosa karena melanggar aturan resmi. Pendekatan ini menunjukkan bahwa meskipun ibadah tersebut sah secara syar’i, ada dimensi moral dan etis yang perlu dipertimbangkan terkait ketaatan terhadap peraturan.
Risiko dan bahaya yang dihadapi oleh jamaah haji visa non-haji menjadi salah satu alasan utama di balik keputusan ini. Jamaah yang menggunakan visa non-haji sering kali tidak memiliki akses yang sama ke fasilitas dan layanan resmi yang disediakan oleh pemerintah Arab Saudi. Hal ini meningkatkan risiko kesehatan dan keselamatan, terutama mengingat kepadatan yang terjadi selama pelaksanaan ibadah haji. Dengan mengurangi praktik haji non-prosedural, keputusan ini berupaya menjaga keselamatan dan kesejahteraan jamaah.
Pelaksanaan haji yang lebih tertib dan terorganisir juga menjadi salah satu manfaat dari keputusan ini. Dengan jumlah jamaah yang lebih terkontrol, otoritas terkait dapat menyediakan fasilitas dan layanan yang lebih baik, serta mengurangi kepadatan di lokasi-lokasi utama seperti Masjidil Haram, Mina, dan Arafah. Pengalaman haji yang lebih nyaman dan khusyuk bagi jamaah menjadi tujuan akhir dari penegakan aturan ini.
Islam mengajarkan pentingnya kepatuhan terhadap ulil amri dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah. Dengan menekankan bahwa penggunaan visa non-haji adalah pelanggaran terhadap peraturan pemerintah, keputusan ini mengingatkan umat Islam akan pentingnya ketaatan terhadap otoritas yang berwenang. Kepatuhan ini tidak hanya menunjukkan penghormatan terhadap hukum yang berlaku tetapi juga membantu menciptakan lingkungan yang aman dan tertib bagi semua jamaah.
Keputusan ini juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi mengenai pelaksanaan haji yang sesuai prosedur. Syuriah PBNU dan otoritas terkait perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif mengenai larangan haji non-prosedural dan dampak negatifnya. Edukasi yang baik akan membantu jamaah memahami pentingnya mematuhi peraturan dan mendorong mereka untuk mengikuti prosedur yang benar dalam pelaksanaan ibadah haji.
Secara keseluruhan, keputusan Syuriah PBNU tentang haji non-visa menunjukkan kepedulian terhadap pelaksanaan ibadah haji yang tertib, aman, dan sesuai prosedur. Meskipun haji dengan visa non-haji dianggap sah, tindakan ini dinilai cacat dan berdosa karena melanggar aturan yang berlaku. Keputusan ini diharapkan dapat meningkatkan disiplin dan kepatuhan jamaah, serta mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan yang terkait dengan praktik haji non-prosedural. Edukasi dan sosialisasi yang intensif perlu dilakukan untuk memastikan bahwa jamaah memahami dan mematuhi peraturan yang ada demi pelaksanaan ibadah haji yang lebih tertib dan aman.
*) Rektor UIN Raden Fatah Palembang