Palembang, corongnews.com –
Komisi IV DPRD Sumsel mengundang Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional III Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel terkait Pembangunan Lift Tower jembatan Ampera Palembang yang dinilai oleh banyak kalangan masih terjadi pro-kontra sehingga banyak tuai polemik.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Sumsel Hj RA. Anita Noeringhati SH. MH dihadiri langsung oleh Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Ir Holda Msi, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Hasbi Asadiki , Sekretaris Komisi IV DPRD Sumsel Nasrul Halim dan anggota Komisi IV DPRD Sumsel Zulfikri Kadir, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi, Ketua Masyarakat Sejarawan (MSI) Kota Palembang Dr Dedi Irwanto MA, budayawan Sumsel Vebri Al Lintani, TACB Provinsi Sumsel dan TACB Kota Palembang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang (PUBM-TR) Provinsi Sumsel, Muhammad Affandi, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel serta stakeholder yang ada di Provinsi Sumsel.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diinisiasi oleh Komisi IV DPRD Sumsel ini berlangsung diruang Banmus DPRD Sumsel Kamis, (30/11).
Rapat yang cukup alot ini banyak mengejutkan Sejumlah pihak sehingga beberapa pihak mendesak Pembangunan lift Tower jembatan Ampera Palembang agar dihentikan terlebih dahulu untuk dilakukan kajian apakah Pembangunan lift Tower jembatan Ampera tersebut melanggar Undang-Undang (UU) Cagar Budaya (CB) No 11 tahun 2010 atau tidak mengingat Jembatan Ampera ini sebagai ( Heritage) yang mana mempunyai nilai cagar budaya lebih dari 60 tahun usianya. Terang Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi.
Aufa juga menambahkan bahwa masih, “ Banyak kriteria-kriteria dan beberapa hal yang harus kita perhatikan didalam undang-undang, kalau kita mau membangun, kemudian apabila ini sudah ditetapkan cagar budaya , tiba-tiba kita melakukan perubahan tanpa mengindahkan undang-undang cagar budaya , maka ini suatu pelanggaran, padahal Jembatan Ampera sudah terdaftar sebagai cagar budaya,” kata Aufa.
Menurutnya jika terjadi kerusakan Jembatan Ampera akibat perbaikan ini maka Sumsel akan rugi besar, padahal untuk mendapatkan sertifikasi cagar budaya membutuhkan proses bertahun-tahun.
“Kami tidak menghalangi proses pembangunan , tapi akan mendukung sepenuhnya , tetapi saya bicara sebagai tim ahli cagar budaya, tadi dijelaskan dulu ada lift , itu zaman dulu dan kontruksinya untuk apa, sekarang kalau di pasang lift azaz manfaatnya dimana, kalau dulu lift untuk petugas naik turun ke Ampera, sekarang mesin diatas tidak berfungsi, sekarang kalau mau di pasang lift asas manfaatnya dimana dan urgensinya dimana, kami hanya takut pembangunan ini berpotensi akan merusak dari nilai Heritage Ampera itu sendiri” jelas Kadisbudpar Sumsel ini.
Menurutnya kalau pemasangan lift untuk menara pandang atau dibuat restoran di atas Jembatan Ampera lebih baik dipindahkan ke tempat lain saja.
“Kalau pemasangan lift untuk memberikan kemudahan petugas silahkan saja sepanjang itu tidak menambah beban bagi Ampera ,” katanya.
Aufa berharap kedepan pihaknya akan mendorong BBPJN Sumsel untuk melakukan perbaikan dan pemerliharaan Jembatan Ampera dengan kaedah-kaedah cagar budaya bersama TACB Sumsel dan TACB kota Palembang.
“Misalnya kalau ada besi kropos, besinya diambil lalu dipoto diganti yang baru tapi besi lama tetap disimpan,” katanya.
Pihaknya mendorong agar pihak BBPJN Sumsel melakukan kajianlain selain kajian tehnis seperti kajian sejarah agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Sumsel, Hj RA Anita Noeringhati, SH MH mengaku belum mengetahui adanya revitalisasi atau Pembangunan lift Tower jembatan Ampera lantaran diawal tidak ada koordinasi dengan pihaknya yakni DPRD Sumsel.
“Kami memperjelas adanya Pembangunan lift Tower jembatan Ampera yang dalam minggu terakhir menjadi polemik di tengah masyarakat,”
“ Kalau ada komunikasi dengan DPRD Sumsel tidak ada polemik di media dan masyarakat , kami tidak menghalangi pemerintah pusat untuk membangun di Sumsel tapi saya berharap mari berkoordinasi dengan baik agar hal ini tidak terjadi lagi apabila ada dibahas dengan masyarakat luas , kami pertama kali menyampaikan,” katanya.
Jujur saja, saya akui tidak tahu sama sekali terkait Pembangunan lift Tower jembatan Ampera.
Saya sangat menyayangkan hal ini terjadi sehingga tidak adanya koordinasi antara DPRD Sumsel dengan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel.
Anita menyebutkan bahwa pada zamannya menjabat sebagai Ketua Komisi IV sebelum adanya pembangunan di Sumsel maka diadakan rapat terkait program-program pembangunan tersebut, sehingga dapat mengusulkan sesuai kebutuhan.
“Tadi disebutkan mereka ini ada Pembangunan lift Tower jembatan Ampera , mereka mengatakan sudah dikaji dan saya minta lain kali kalau ada pembangunan seperti itu alangkah baiknya koordinasi dulu dengan DPRD Sumsel karena masyarakat akan mendatangi kami untuk melaporkan terkait kebijakan tersebut.
Ia menegaskan bahwa dengan adanya pemasangan lift ampera jangan sampai konstruksi ada yg berubah lantaran hal ini menyangkut cagar budaya, tidak mengganggu konstruksi dan merusak nilai maka perlu kajian.
“Tahun 62 tentu beda dengan lift yang baru dibangun maka perlu dikaji dengan kekuatan agar tidak merubah konstruksi jembatan, kami berharap jembatan ampera tetap kokoh berdiri karena kami benar-benar menjaganya,” ucapnya.
Ditempat yang sama, hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Ir Holda. Msi yang menurutnya bahwa dirinya juga belum mendengar sosialisasi terkait Pembangunan lift Tower jembatan Ampera sebelumnya.
Oleh sebab itu, “Maka kita memfasilitasi agar tidak terjadi kesimpang siuran yang terjadi, sikap kami membuka aspirasi masyarakat dan hari ini dilakukan rapat pertemuan perihal lift pada jembatan ampera,” terangnya
Holda berharap apapun yang akan di bangun di Sumsel hendaknya dikoordinasikan bersama dengan disosialisasikan terlebih dahulu sehingga tidak terjadi polemik.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatan , Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel, Ryandra Narlan ST MT mengaku, kalau pihaknya sudah berkontrak , artinya kedua belah pihak harus melaksanakan apa yang ada dalam kontrak.
“ Untuk menghentikan ada prosedurnya, kami tahunya kontrak berjalan,” katanya.
Ryandra mengaku tidak tahu kalau dalam pemasangan lift di Jembatan Ampera melanggar undang-undang cagar budaya.
Termasuk dia mengaku tidak tahu kalau Jembatan Ampera masuk sebagai aset cagar budaya.
“ Kita akan konsultasi dengan pimpinan bahwa ada permintaan untuk menghentikan tapi secara kontrak kita jalan terus, “ katanya.
Dia mengaku setiap tahun pihaknya selalu melakukan pemeliharaan untuk Jembatan Ampera.
“ Kebetulan ini menyangkut benda cagar budaya (Jembatan Ampera) tapi dari sisi tehnis , kita melakukan terus pemeliharaan , misalnya tahun 1992 kita melakukan injeksi ke Jembatan Ampera, kemudian masalah orisinal plat jembatan harus diganti, kalau enggak di ganti akan roboh,” katanya.
Untuk pemasangan lift akan dipasang di bagian dalam tiang Jembatan Ampera.
“Itu ada ruangan dalam itu, ruangan lift yang dulu, kita memanfaatkan ruangan itu , lift itu akan digunakan untuk pemeliharaan naik keatas, “ katanya.
Untuk wacana wisata di atas Jembatan Ampera menurutnya dalam kontrak tidak ada.
“ Lift itu dipakai untuk pemeliharaan jembatan,” katanya.
Menurutnya anggaran lift termasuk perbaikan dan pemeliharaan di Jembatan Ampera bukan hanya satu paket pekerjaan saja tapi untuk semua paket yang totalnya Rp 31 miliar tapi banyak untuk perbaikan dan pemeliharaan jembatan di Sumsel
“ Kalau anggaran pemasangan lift di Jembatan Ampera , enggak tahu kita, karena dia ada volumenya, harga satunya , enggak tahu kita,” katanya.
Sementara itu, Husairi Kabid Freservasi 1 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel mengatakan, sejak awal pihaknya tidak tahu kalau Ampera masuk dalam Cagar Budaya.
Meski demikian, pihaknya tidak bisa menghentikan proyek pembangunan lift Ampera ini. Karena ini merupakan progam kementerian PU, maka mereka akan melaksanakannya.
Terkait ancaman hukum bila tetap melakukan pembangunan, Husairi mengatakan kalau pihaknya sedang berada diposisi serba salah.
“Kami ini seperti buah simalakama. Kalau diteruskan kena masalah hukum dan bila tak dilaksanakan juga terkena masalah hukum,” ujarnya.
Oleh sebab itu, bila memang proyek ini harus di setop. Dia meminta agar ada pernyataan tertulis dari pihak terkait, ke kementrian, agar masalah ini bisa ditindaklanjuti.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang (PUBM-TR) Provinsi Sumsel, Muhammad Affandi mendukung pembangunan harus memperhatikan cagar budaya.
“Bagaimanapun juga aset heritage ini harus sama-sama kita hargai dan aset heritage ini dalam prosesnya harus mendapatkan perlakuan khusus agar umur layanan Jembatan Ampera tetap terjaga dan nanti untuk generasi yang ada tahu ini aset yang dulu pernah berdiri dan pada zamannya merupakan salah satu jembatan terpanjang dan moderen di Indonesia dan Asia Tenggara,” katanya. (Dre)