corongnews.com –
Surat Edaran Bupati Musi Rawas Utara Nomor 31 tahun 2021 tentang penataan tenaga kerja sukarela di lingkungan pemerintah kabupaten Musi Rawas Utara menuai beragam respon dari berbagai kalangan. Kebijakan Non Populis tersebut dikeluarkan oleh pemerintahan kabupaten Musi Rawas Utara setelah dilakukan kajian dan evaluasi yang komperhensif dengan pertimbangan kebutuhan OPD/Badan sesuai beban kerja dan kemampuan TKS maupun kemampuan anggaran saat ini serta adanya SPH akibat pengelolaan keuangan dan perencanaan.
Pengamat kebijakan publik, Syapran Soprano, saat di hubungi via telpon mengatakan, “Setiap keputusan yang menyangkut pembiayaan dari APBD harus mempertimbangkan kemampuan anggaran, jangan sampai terjadi seperti pemerintahan sebelumnya yg hanya membuat dan menganggarkan tanpa melihat kemampuan keuangan, akhirnya menghasilkan SPH lebih dari 190M, dimana tanggung jawab DPRD dalam persoalan ini ? pengawasan mereka dimana ?”. Lebih lanjut, bung syapran, akrab dipanggil, melanjutkan, “saya tidak habis pikir kalau ada komentar insentif TKS bisa dibayarkan oleh CSR atau dengan pola kemitraan perusahaan, komentar ini menyesatkan dan menakuti investasi swasta, coba di buka lagi aturan peruntukan dana CSR, kalau secara hukum tidak masalah mungkin bisa jadi alternatif dan perlu juga di telusuri kemana dana CSR 5 tahun belakang, berapa dan dipakai untuk apa dana tersebut, ini perlu dilakulan sebagai perbandingan dan membuka tabir dana CSR yang sudah lalu”.
Seperti diketahui, dalam surat edaran tersebut, ada 5 point beleid yang tertulis, satu diantaranya, “bagi perangkat daerah yang masih membutuhkan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) dan/atau sebutan lainnya seperti : Tenaga Operator, sopir, Petugas Keamanan Kantor, Petugas Kebersihan Kantor, Temaga Kebersihan DLHP, TenagaLapangan Dinas Perhubungan, dapat mempekerjakan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) dan/atau sebutan lainnya sesuaidengan kebutuhan atas izin Pejabat Pembina Kepegawaian (Bupati).
Tanggapan berbeda pun disampaikan Vini Aria Ismail, aktivis perempuan, “Pembangunan daerah di sebuah kota kabupaten memang membutuhkan TKS, porsinya harus sesuai dengan kebutuhan karena ini menyangkut pembiayaan daerah”. “apalagi APBD Kabupaten Muratara yang rendah, harus dipertanyakan rakyat kerja kerja Legislatifnya, yudikatifnya dan eksekutifnya,” tutur vini, yang juga cucu seorang tokoh Muratara, dihubungi media ini.
Menutup pembicaraan, kedua nara sumber menggariskan tanggapan hal yang hampir sama, mengenai kekompakan masyarakat, semangat membangun, berfikir luas, dan kerja untuk perubahan lebih baik.(tanz)