Semarak Musyawarah Nasional UKM dan UKM Nusantara di Palembang.

oleh -493 views
oleh
IMG 20221125 WA0129

Palembang, corongnews.com –

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah masih kesulitan menembus pasar institusi pemerintahan.

Kurangnya pengetahuan dan pendampingan yang memadai bagi mereka yang baru berkecimpung pada sektor wirausaha menjadi faktor utama. Padahal, pangsa pasar belanja pemerintahan cukup besar.

Hal ini mengemuka dalam pembukaan Musyawarah UKM dan IKM Nusantara di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (25/11/2022).

Dalam sambutannya Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, ada tiga aspek yang menjadi kendala utama para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk bersaing dalam pasar pemerintahan.

Beliau memaparkan kendala kurangnya permodalan. Sebagian besar pelaku UMKM merupakan mereka para mantan pekerja yang memutuskan berwirausaha dengan modal pas-pasan. Modal kecil ini tentu akan menjadi kendala bagi mereka untuk bersaing dengan para pengusaha menengah atau besar.

Memang banyak fasilitas permodalan yang tersedia, misalnya saja Kredit Usaha Rakyat (KUR), tetapi tidak banyak yang mengetahui cara mendapatkan akses tersebut karena mereka dinilai belum bankable, sambungnya.

”Akhirnya pengusaha pemula meminjam dari rentenir dengan bunga yang mencekik. Ketika usaha mereka tidak lancar, akhirnya gulung tikar,” ucap Deru.

Laanjut Gubernur, masalah lain adalah kendala keterampilan. Banyak pengusaha pemula yang masih belum konsisten dalam menciptakan produk yang berkualitas.

”Ketika memproduksi barang lebih besar tanpa pendampingan, dikhawatirkan barang yang diciptakan akan menurun,” ujarnya.

Karena itu, perlu ada pelatihan lanjutan agar produk mereka terstandardisasi termasuk mendaftarkan produknya dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Yang paling utama adalah masalah akses pasar. Masih banyak pengusaha mula yang belum mampu menembus akses pasar termasuk instansi pemerintah yang anggaran dananya bersumber dari APBN, APBD, atau BUMN. Padahal, pangsa pasar di sana sungguh besar secara nasional saja mencapai Rp 400 triliun.

Kendala ini diamini Direktur CV Kausa Lestari Juta yang membuka usaha minuman fermentasi bernama Promic hasil fermentasi buah-buahan yang baik untuk kesehatan.

Bahkan karena kandungan probiotiknya, minuman ini bisa digunakan untuk mengolah sampah organik agar bisa dijadikan pupuk yang baik bagi masyarakat.

Meski demikian, produk inovatif tersebut sulit untuk masuk ke pasar pemerintahan karena memang pengusaha tidak mengetahui cara-cara atau syarat yang harus ditempuh agar bisa masuk ke E-Katalog.

”Terus terang saya sedang mencari informasi,” ujarnya. Ia yakin produk buatannya tersebut sesuai dengan program pemerintah untuk mengelola sampah sejak dari rumah.

Hal serupa disampaikan Maulidia yang membuka usaha sayur organik sejak 2016. Ia pun sampai sekarang masih menjual produknya berupa bayam, selada, dan kangkung pakcoy organik secara konvensional, yakni dikirim ke pasar-pasar. ”Kami juga memasarkan produk ini ke media sosial,” ucapnya.

Cuma dirinya belum berhasil untuk masuk ke institusi pemerintahan karena tidak ada pendampingan. Maulidia berharap ke depan ada pelatihan atau akses bagi pengusaha mula sepertinya untuk bisa masuk ke pasar pemerintahan termasuk peluang untuk ekspor.

Menanggapi permasalahan itu, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumsel Amiruddin menuturkan, pihaknya terus membangun sistem yang dapat menghubungkan UMKM dengan E-Katalog.

Hal itu bertujuan tidak lain untuk memperluas jangkauan pasar. Misalnya, memperbolehkan usaha pribadi untuk masuk ke E-Katalog hanya dengan melampirkan Nomor Induk Berusaha dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pribadi pada E-Katalog lokal Sumsel.

Menurut Amiruddin, merangkul para UMKM menjadi prioritas saat ini karena pemerintah sudah berkomitmen menganggarkan 40 persen dari total belanja pemerintahan kepada UMKM utamanya produk lokal.

”Untuk di Sumsel sendiri pemerintah sudah menganggarkan Rp 3,4 triliun belanja untuk UMKM,” ucap Amiruddin. (Dre)

No More Posts Available.

No more pages to load.