Palembang, corongnews.com –
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani getol mengabarkan adanya badai besar yang akan menerpa perekonomian dunia mulai 2023. Niat baiknya, agar masyarakat mulai sadar dengan situasi, waspada dan mempersiapkan diri.
Tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi membeberkan situasi menyeramkan yang terjadi. Katanya, ada sedikitnya 66 negara akan ambruk akibat krisis dan 345 juta orang di 82 negara kelaparan. Ini disampaikan dalam Peresmian Pembukaan Kongres XII LVRI dan Munas XI PIVERI Tahun 2022, Selasa (11/10/2022).
Namun, tak lupa keduanya menenangkan masyarakat, jika Indonesia salah sedikit dari negara yang aman dari risiko resesi hingga krisis pangan berat yang akan melanda banyak negara.Target pemerintah, Indonesia tetap tumbuh lumayan tinggi, sebesar 5,3% tahun 2023, sementara Asian Development Bank (ADB) melihat tumbuh 5%.
Tapi benarkah demikian? Aman? Beberapa data menujukkan fakta cukup ‘ngeri’ atas prospek ekonomi Indonesia yang belakangan cukup bergantung pada ledakan harga komoditas utama, seperti batubara, minyak kelapa sawit, timah, nikel dan gas alam lainnya.
Belum lagi permintaan dunia juga turun, akibat ketidakpastian yang disebut banyak pejabat pemerintah sebagai akibat dari the perfect storm. Sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 berada pada kisaran 2,3%-2,9%. Turun dari estimasi tahun ini, di kisaran 2,8%-3,2%.
Penurunan harga dan permintaan komoditas dunia menjadi sinyal berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Ini membahayakan kantong penerimaan negara yang selama ini cukup mengandalkan penerimaan dari sektor komoditas. Berikut fakta-fakta penurunan harga komoditas utama Indonesia.
Harga batu bara, yang menjadi primadona sekarang misalnya, pada kontrak Newcastle sudah mulai melandai dari puncak tertingginya, US$458 pe ton pada awal September lalu. Per hari ini sudah turun nyaris 15% ke harga US$391.
Prediksi Fitch Solutions harga batu bara juga turun mulai tahun depan, dari rerata estimasi tahun ini US$320 per ton, menjadi anljok ke US$280 pada 2023 dan US$250 pada 2024.
Masa depan harga minyak sawit lebih buram. Berada dalam tren penurunan tajam dari level tertinggi sepanjang masa di atas 7.000 ringgit Malaysia per ton pada akhir April lalu, kini nyaris tinggal separuhnya MYR4.123 per ton.
Prediksi yang dimuat trending economics menunjukkan harganya akan terus melandai hingga akhir 2013 menjadi di kisaran MYR3.000.
Demikian pula harga timah, perlahan menjauh dari level tertinggi US$50.000 per ton pada Maret tahun ini, terus menerus turun ke level di bawah US$20.000 per ton sekarang. Tren pelemahan ini diperkirakan juga akan terus berlanjut.
Sementara tembaga juga mengalami nasib yang sama. Harganya melorot dari level tertinggi, nyaris US$11.000 per ton pada Maret lalu kini nyungsep US$7.400-an per ton.
(https://www.cnbcindonesia.com/market/20221021103142-17-381533/kata-siapa-indonesia-aman-resesi-di-2023-ini-bukti-ngerinya )