corongnews.com –
Mempertahankan hubungan yang bisa membuat kedua pihak merasa nyaman memang tak mudah. Terkadang, karena ingin hubungan bertahan , kita tidak menyadari tanda-tanda bahaya yang diberikan pasangan.
Misalnya, dia sebenarnya terlalu mengontrol kita. Namun, kita selalu menerimanya karena merasa “tidak ada orang yang sempurna di dunia ini.”
Untuk itu, kita perlu tahu apa saja tanda bahwa si dia bukanlah pasangan terbaik untuk kita.
Berikut ini sepuluh tandanya, seperti dilansir dari Reader’s Digest.
Tidak memiliki pemahaman hidup yang sama
Salah satu dari lima pelajaran hidup yang terlalu terlambat kita pelajari adalah menghargai hal yang sama dengan pasangan.
Karena itu pakar hubungan Gary Brown, PhD menyarankan agar kita membuat semacam daftar.
Banyak hal yang bisa diisi dalam daftar ini, seperti cara mencapai kesuksesan, batasan dalam berteman, pola asuh yang ingin diterapkan, hingga kesepakatan dalam hal mengatur keuangan.
Tegaskan sejak awal bahwa batasan itu tidak bisa dinegosiasi. Hal lain bisa dinegosiasi seperti mendekorasi rumah, tempat liburan, atau tipe mobil.
Kita bersaing dengan gadget
Apakah pasangan menghabiskan waktu makan malam atau menonton bioskop dengan melihat ponsel sampai-sampai membuat kita merasa sendirian?
Jika iya, Brown mengungkapkan kalau pasangan mungkin tidak bisa berkomunikasi dengan kita dan orang lain. Artinya, pasangan mengalami salah satu dari 12 gejala orang narsis.
“Orang yang sibuk dengan dirinya sendiri biasanya adalah orang yang narsis dan hanya ingin memanjakan dirinya sendiri. Mereka cenderung mengutamakan diri mereka sendiri, bukan membuat pasangannya senang,” kata dia.
Tidak pernah menghibur
Setiap orang mungkin memproses emosinya dengan cara berbeda. Namun, jika seseorang terlihat tidak berempati pada kita dan tidak berusaha memberi penghiburan, mungkin mereka memang bukan yang terbaik untuk kita.
“Pria dan wanita memproses emosinya dengan cara yang berbeda. Pria biasanya menekan emosi mereka. Ketika kita mengalami emosi yang intens pada orang lain, pria cenderung masuk ke mode ‘memperbaiki,’ padahal, mungkin pasangan hanya ingin didengar,” kata Brown.
“Sementara itu, wanita lebih mudah bersosialisasi dan mengekspresikan perasaan mereka. Namun, terkadang mereka memiliki masalah karena lebih emosional,” tambah dia.
Namun, terlepas dari gender, penting untuk melihat sifat seseorang. Jika pasangan selalu egois meski kita yang menderita, mungkin saja dia adalah seorang yang narsis dan waktunya kira untuk move on.
Pasangan tidak memprioritaskan kita
Di era serba digital ini, sangat penting untuk tetap mendiskusikan batasan menggunakan gadget dan menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan.
Namun, jika kita merasa selalu ada dalam prioritas terakhir pasangan, berarti ada yang salah.
“Kita semua dapat memprioritaskan banyak hal sambil tetap membuat pasangan merasa nyaman. Dianggap sebagai pilihan terakhir terus menerus tentu akan membuat kita sakit hati,” kata pakar hubungan Lynn Zakeri, LCSW.
“Namun, kita juga harus bisa membaca situasi. Apakah kita tidak jadi prioritas karena ingin pasangan membaca pikiran kita? Apakah kita pikir pasangan akan menghabiskan waktu bersama kita tanpa mengungkapkan keinginan?”
Tidak bisa berkompromi
Kompromi harus dimiliki oleh setiap pasangan yang ingin bertahan. Namun, jika kita merasa terlalu sering bertengkar, ada kemungkinan komunikasi mulai hancur.
Jika kita atau pasangan mengambil jalan yang salah atau tidak dapat memahami dan mulai merasa tidak lagi bisa bersama, mungkin kita harus mencari bantuan konseling dengan psikolog.
“Situasi toksik di mana perbedaan pendapat sering kali tidak terselesaikan dan mengarah pda kekerasan merupakan tanda bahwa pasangan bukan jodoh kita,” kata Brown.
“Menghina, sarkasme dan komentar jahat lainnya penting untuk diperhatikan. Faktanya, ini merupakan slaah satu dari 9 ciri hubungan toksik. Pertimbangkan hal ini,” tambahnya.
Sering menyalahkan
Jika pasangan hobi menyalahkan dan tidak mau bertanggungjawab atas argumen mereka, kita terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Misalnya, jika pasangan berkata “Aku tidak akan memecahkan piring jika saja kau mencuci piringmu sendiri!” artinya pasangan memiliki masalah dalam mengontrol emosi.
Jika pasangan memiliki masalah dalam mengontrol kemarahan dan sering mencaci maki tiba-tiba karena merasa dirinya yang paling benar, itu tanda bahaya.
Penting bagi pasangan untuk mendiskusikan masalah dengan cara yang sehat. Artinya, terkadang kita dan pasangan perlu meluangkan waktu untuk menenangkan diri atau menemukan kata-kata yang tepat.
Menumpahkan kekesalan di tempat kerja pada kita
Hari menyebalkan di tempat kerja memang bisa membuat konflik di rumah. Namun, kita tidak boleh menumpahkan kekesalan kita pada pasangan.
Pastikan kita dan pasangan menenangkan diri dari stress yang dialami, lalu analisis bagaimana cara pasangan menangani masalah kerja mereka.
Kita juga bisa mendengarkan pasangan, karena hal itu adalah cara terbaik untuk menghadapi seseorang yang sedang kesal tanpa mencoba memperbaiki situasi.
Kita bisa menawarkan situasi jika diminta, lalu berikan pasangan waktu untuk menenangkan diri.
Namun perlu diingat, jika pasangan terus menerus membuat kita merasa tak nyaman karena masalah kantornya, itu tidak bisa dimaafkan.
Kecemasan pasangan membuat dia mengontrol kita
Kita semua tentu memiliki rasa kecemasan. Namun pertanyaannya, apakah alasannya wajar atau tidak?
Jika pasangan melarang kita untuk berdandan karena takut kita menggoda orang lain, kita boleh khawatir. Ada perbedaan jelas dari kalimat yang terkesan melarang dan menasihati.
Pasangan memiliki masalah kesehatan mental, namun menolak diobati
Hal ini bisa membuat kita berusaha menjadi dokter, terapis, dan orangtua, bukan hanya menjadi pasangan saja, dan membuat kita lelah karenanya.
Mengobati kesehatan mental memang sulit, namun diperlukan.
Bagi beberapa orang, menderita kesehatan mental memang memiliki stigma buruk. Jadi, tidak aneh jika banyak yang tidak ingin berkonsultasi.
Namun, jika kita sudah mencoba berkali-kali untuk membuat mereka mencari bantuan, dan hasilnya tetap nihil, waktunya membuat keputusan.
“Tanyakan pada diri sendiri, seberapa parah masalahnya? Jika hubungan mulai goyah dan sulit diselamatkan, dan pasangan tetap tak ingin mendapat bantuan, akan lebih baik berpisah. Kita juga tidak dapat membuat rasa bersalah menghalagi kebahagiaan kita. Ini adalah hidup kita sendiri. Jika ragu, mintalah bantuan dari teman, keluarga, atau psikolog untuk mendapatkan perspektif baru,” kata Brown.
Berbohong terus menerus
Jika pasangan terlalu menutup diri, artinya dia tidak menghormati hubungan kita dan kemungkinan memiliki rasa kurang percaya pada kita. Jika dia tidak menunjukkan tanda-tanda bisa mempercayai kita, coba pertimbangkan, apakah mereka melanggar perjanjian hubungan kita atau tidak.
Jika kita menangkap basah pasangan berbohong, fondasi hubungan bisa hancur. (kompas.com)