Palembang, corongnews.com
Seperti yang diberitakan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerima 128 aduan atau laporan terkait dengan pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal di Indonesia hingga 2023. Para pengusaha nakal yang terlibat dengan aktivitas ilegal ini terancam kena denda hingga Rp 100 miliar.
Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, hal-hal terkait pertambangan yang tidak mempunyai izin, baik saat melakukan eksplorasi, produksi maupun kepada orang yang menampung atau memanfaatkan ataupun melakukan pengelolaan dan pemurnian akan dikenakan denda.ujarnya.
dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (12/11/2024) kemarin.
“Ini dikenakan sanksi yang sama yaitu paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,”.
Pemberlakuan denda ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020, perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan bahan paparan yang disajikannya dihadapan Dpr Ri ada sebanyak 128 laporan tambang ilegal di Indonesia. Data ini berdasarkan pada laporan kepolisian dan keterangan ahli kasus PETI.
Sumber aduan ini tersebar mulai dari Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Jawa. Laporan atau aduan terbanyak terjadi di Sumatera Selatan dengan jumlah 25 laporan tambang ilegal.
“Ini adalah data yang penting yang kami sampaikan terkait dengan data yang ada di PETI dan mulai dari Aceh, Banten, Bengkulu dan lain sebagainya,” ujarnya.
Dalam menyelesaikan permasalahan tambang ilegal ini, Kementerian ESDM akan membatasi pergerakan dari penambang tanpa izin dengan mengacu pada tiga pilar utama, antara lain digitalisasi, formalisasi, dan penegakan hukum (gakkum).
Tri menjelaskan, implementasi digitalisasi sendiri salah satunya dengan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara). Apabila perusahaan itu tidak berizin, kemudian tidak mempunyai stok, maka perusahaan itu tidak bisa melakukan penjualan.
“Kemudian melakukan formalisasi pada saat tertentu, pada daerah yang memang terdapat banyak penambangan ilegal. Maka dengan adanya, yang memang betul-betul untuk rakyat, untuk kehidupan, sehari-hari kita upayakan untuk adanya formalisasi,” kata dia.
Sedangkan untuk upaya penegakan hukum, Tri mengatakan, Kementerian ESDM telah memiliki Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum (Gakkum). Ditjen Gakkum sendiri tidak lama lagi akan segera mulai operasi.
Secara keseluruhan, Kementerian ESDM mencatat total wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) nasional mencapai 9,11 juta hektare (ha), dengan komoditas mineral logam yang paling mendominasi.
WIUP mineral logam pada eksplorasi mencapai 360.513 ha, operasi produksi 3,82 juta ha serta pascatambang 6.685 ha. Selanjutnya, di posisi kedua terdapat WIUP batu bara, terdiri dari tahap eksplorasi mencapai 117.278 ha dan operasi produksi seluas 3,98 juta ha.
Sementara itu, total perizinan tambang per November 2024 sebesar 4.634 izin, terdiri dari 31 kontrak karya (KK), 59 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), 4.302 izin usaha pertambangan (IUP), 10 izin usaha pertambangan khusus (IUPK), 48 izin pertambangan rakyat (IPR) dan 184 surat izin penambangan batuan (SIPB).
Menanggapi hal tersebut Supriyadi selaku Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Anti Korupsi atau LSM GRANSI berharap itu bukan hanya wacana Belaka.
Supriyadi juga mengatakan pada wartawan di ruang kerjanya bahwa GRANSI mendukung dan mengapresiasi tindakan dan upaya GAKUM yang akan dilakukan Kementrian ESDM. Menurut Supriyadi Penegakan hukum memang perlu dilakukan terhadap tambang ilegal karena sudah merugikan Negara merugikan rakyat dan merusak lingkungan.
“Dalam mendukung GAKUM tersebut, kita akan menggelar aksi damai di Kementrian ESDM dan KEJAGUNG. Aksi tersebut adalah sebagai wujud dukungan dan sekaligus mempertanyakan laporan GRANSI terkait tambang ilegal, tepatnya tambang minyak ilegal di Musi Banyuasin dan tambang batubara di Empat Lawang,” ungkap Supriyadi. (afan)