Pangeran Diponegoro Mendapat Jabatan Wali Sultan saat Terlibat Konflik dengan Keraton

oleh -135 views
oleh
Pangeran Diponegoro Mendapat Jabatan Wali Sultan saat Terlibat Konflik dengan Keraton
foto/net: Pangeran Diponegoro

CorongNews – KEMATIAN Sultan Hamengkubuwono IV mengagetkan Keraton Yogyakarta. Sebab saat itu Pangeran Diponegoro akhirnya mendapatkan tugas penting. Kematian Sultan Hamengkubuwono IV juga dianggap oleh Pangeran Diponegoro sebagai cara untuk menyelamatkan keraton.

Bahkan Diponegoro pernah mengatakan, bersyukur atas kematian sang adik Sultan Hamengku Buwono IV. Diponegoro beranggapan sultan keempat ini kurang memerintah dengan baik. Kematian yang mendadak, membuat pihak keraton meminta agar penguasa Belanda mengukuhkan Putra Mahkota, yang masih berusia dua tahun, untuk naik tahta.

Sebagaimana dikisahkan pada buku “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855” karya Peter Carey, pihak keraton juga meminta agar Pakualam tidak lagi dilantik sebagai wali sultan. Pada 14 Desember dalam sebuah resolusi rahasia, Van der Capellen mendukung rekomendasi De Salis.

Perwalian dan pemerintahan keraton, dilimpahkan kepada empat orang, Ratu Ageng, Ratu Kencono, Mangkubumi, dan Diponegoro, dua orang yang pertama adalah yang pernah mengasuh dan membesarkan sultan. Sementara dua orang terakhir yakni Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Diponegoro, terakhir bertanggungjawab pada manajemen kesultanan selama sultan belum dewasa.

Setelah melakukan serangkaian pertemuan dan pembicaraan, pada 19 Desember 1822 Putra Mahkota yang masih balita berusia 2 tahun ditetapkan sebagai sultan. Selain penetapan sultan sebagai putra mahkota, pengumuman Residen Belanda juga membacakan keputusan melantik para wali sultan.

Pangeran Diponegoro bersama Pangeran Mangkubumi yang dilantik sebagai wali sultan, dinilai tepat. Sebab keduanya dinilai pribadi yang cukup tenang dan tidak sedikit pun memiliki ambisi politik.

Tetapi konon Pangeran Diponegoro tetap memendam kekecewaan konflik selama ia memerintah wali sultan di keraton. Meskipun ia hadir dalam upacara penobatan sebagai wali sultan, Diponegoro merasa terhina. Ketika ia disumpah itulah Pangeran Diponegoro konon sampai tidak sadar merobek pakaian resminya.

Terlepas dari permusuhan Diponegoro dengan ibu tirinya, serta keraton. Ia tetap melaksanakan tugas perwalian sultan dengan baik selama hampir setahun, sejak ia ditunjuk. Hanya ketika kedatangan Smissaert di tengah pertengahan Februari 1823, dan kedatangan asistennya, Chevallier, enam bulan kemudian terjadi permusuhan pribadi yang membuatnya melepaskan jabatan wali sultan. (*)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.