Palembang, corongnews.com –
Ratusan masa yang mengatasnamakan masyarakat dari Musi Banyuasin atau sekelompok penambang minyak ilegal berdemo di depan kantor gubernur (Rabu 8 Maret 2023) untuk menuntut agar pengeboran minyak tersebut di legalkan oleh Pemerintah.
Buntut aksi demo tersebut mendapat beragam reaksi keras dan tanggapan dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari seorang tokoh masyarakat Musi Banyuasin, A Rifai atau yang akrab disapa Kuyung Kritis
dengan menanggapi bahwa mana mungkin kegiatan itu bisa dilegalkan karena tidak ada aturan atau perundangan yang dapat menjadi acuan untuk melegalkan kegiatan pengeboran minyak tersebut.
“Untuk melegalkan pengeboran harus ada payung hukum bukan di buat setiap sumur bor jadi percuma saja mereka berdemo,” ujar Kuyung Kritis.
Lain lagi dengan reaksi Ir. Feri Kurniawan selaku Deputi K MAKI Sumsel, saat dimintai tanggapannya mengatakan jika demo di kantor Gubernur adalah bentuk perbuatan yang ingin melawan hukum. Mana mungkin pemerintah melegalkan sebuah perbuatan yang melawan hukum dan demo masyarakat tersebut disinyalir di danai oleh pemodal atau cukong, terangnya.
Sementara itu, Koordinator Forum LSM dan Pers Bersatu, yang sekaligus ketua Umum LSM GRANSI, Supriyadi, ketika dimintai tanggapannya pada Jumat (10/03/23), melalui pesan WhatsUpp kepada wartawan mengatakan demo di kantor Gubernur bukanlah murni dari masyarakat Muba, melainkan skenario pengusaha yang sudah kebakaran jenggot akibat desakan para aktivis di Sumsel yang meminta Kapolda jangan tebang pilih terkait ilegal driling. Apa lagi Kapolda Sumsel melalui Direskrimsus menyatakan perang terhadap ilegal driling sebelum adanya aksi di kantor gubernur.
“Terlebih dahulu para cukong minyak di kumpulkan di Mangun Jaya dan merapatkan aksi demo secara besar besaran, dan rapat tersebut di muat dalam suatu media. Turut hadir dalam rapat tersebut yakni H. TOHA yang merupakan salah satu pengusaha minyak ilegal di Sungai Angit yang memiliki dua perusahaan yaitu PT. PBSA dan TOSA. Selain itu beliau juga adalah sekretaris produksi di PT. PETRO MUBA.
Artinya demo di kantor Gubernur tersebut memang dirancang agar Suasana menjadi panas, dan dengan kejadian itu mereka mengharapkan agar Kapolda berpikir puluhan kali untuk melakukan penertiban ilegal driling di Musi Banyuasin,” jelas Supriyadi.
Supriyadi juga mengatakan ini adalah permasalahan serius yang harus Kapolda sikapi secara serius pula. Aksi tersebut tidak boleh menjadi penghalang bagi Kapolda Sumsel untuk menindak secara tegas ilegal driling terutama pengusaha yang mendanai kegiatan aksi dikantor Gubernur itu.
Jika masalah ini tidak segera di tuntaskan maka Kapolda akan lebih kewalahan terhadap gerakan masyarakat dan gelombang massa di pihak lain, karna tidak menutup kemungkinan massa aksi dari masyarakat yang selama ini kegiatan pengeboran minyak dan pengangkutannya di tangkap polisi akan ikut bergerak mencari keadilan. Seban mereka akan berpikir Kapolda tidak adil, mengapa masyarakat kecil di tangkap sedangkan sekelas PETRO MUBA dan PT PBSA tidak di tangkap sedangkan mereka juga terlibat dalam bisnis tersebut, kata Supriyadi.
Supriyadi menambahkan, Ilegal driling adalah kejahatan yang teroganisir dan termasuk kejahatan manusia dan kejahatan lingkungan. Jika mereka mengatakan pengeboran minyak ilegal melibatkan hingga 350 ribuan masyarakat Muba, sedangkan kita ketahui sebagian besar masyarakat Muba adalah petani dan kebun lalu apakah kita akan mengorbankan mereka, sambungnya.
“Sementara itu kita ketahui lokasi pengeboran minyak tradisional tersebut jika dilakukan penambangan maka lokasi akan menjadi gersang dan tidak jarang mencemari lingkungan. Jadi dalam hal ini demi kenyamanan dan keamanan masyarakat, Kapolda Sumsel tidak boleh ragu mengambil tindakan dan tidak boleh tebang pilih harus yakin dan menjunjung tinggi kedaulatan Negara jangan karena segelintir orang dan kelompok yang ingin memperkaya dirinya sendiri, Kapolda ragu dalam bertindak,” tutup Supriyadi. (afan)